Kamis, 26 Juni 2008

ICZPM: Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu . . . (2)

Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Wilayah ini sangat kaya akan sumberdaya alam dan jasa yang lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Sumberdaya pesisir terdiri dari sumberdaya hayati dan nir-hayati. Sumberdaya hayati berupa ikan, mangrove, terumbu karang, padang lamun dan biota laut lainnya beserta ekosistemnya. Sedangkan sumberdaya nir-hayati terdiri dari sumberdaya mineral dan abiotik lain di lahan pesisir, permukaan air, kolom air dan di dasar laut.
Wilayah pesisir beserta sumberdaya alam di dalamnya merupakan kekayaan alam yang bernilai tinggi dan memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat serta sebagai sumber devisa negara. Namun demikian kondisi wilayah pesisir yang cukup rentan terhadap tekanan pembangunan saat ini memerlukan pengelolaan yang terpadu dan berkelanjutan. Karena itu, salah satu upaya untuk mencapai tujuan pengelolaan terpadu dan berkelanjutan perlu adanya pemahaman dan pengetahuan yang sama dari para pengelola dan pengguna tentang pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu. Untuk maksud tersebut di atas, perlu dikembangkan program penyebarluasan pengetahuan di bidang pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu melalui suatu pelatihan bagi pihak yang terlibat baik dalam pengelolaan wilayah pesisir maupun para pengguna.
Hal ini berkaitan juga dengan adanya desentralisasi wewenang pengelolaan sumberdaya pesisir kepada pemerintah daerah berdasarkan Undang-undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana sumberdaya manusia dan lembaga di daerah harus memiliki kapasitas yang memadai dalam pengelolaan sumberdaya pesisir.
Konflik multiguna yang terjadi di wilayah pesisir pada umumnya disebabkan oleh 3 (tiga) alasan ekonomis, yaitu : (1) Wilayah pesisir merupakan salah satu kawasan yang secara biologis paling produktif di planet bumi, dimana berbagai ekosistem dengan produktifitas hayati tertinggi seperti hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang dan estuaria berda di wilayah pesisir; (2) Wilayah pesisir menyediakan berbagai aksesibilitas yang paling mudah dan relatif murah bagi kegiatan industri, pemukiman dan kegiatan industri, pemukiman dan kegiatan pembangunan lainnya dibandingkan dengan lahan atas (up-land area); dan (3) Wilayah pesisir pada umumnya memiliki panorama alam yang dapat dijadikan obyek rekreasi, pariwisata yang sangat menarik dan menguntungkan seperti pasir putih atau pasir bersih untuk berjemur, perairan pesisir, terumbu karang, keindahan bawah laut, dan sebagainya.
Dari alasan ekonomi tersebut menyebabkan pemanfaatan wilayah pesisir sangatlah beragam, dari pemukiman industri, perikanan hingga pariwisata serta berbagai aktivitas lain, yang menyebabkan wilayah ini mengalami tekanan ekologis yang semakin parah dan kompleks, baik berupa pencemaran, over-eksploitasi sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati, degragasi fisik habitat pesisir maupun konflik penggunaan ruang dan sumberdaya. Di beberapa daerah bahkan tingkat kerusakan ekologis tersebut telah melampaui daya dukung lingkungan dan kapasitas keberlanjutan (sustainaible capacity) dari wilayah ekosistem pesisir untuk menopang kegiatan pembangunan dan kehidupan manusia di masa mendatang. Paradigma pembangunan yang hanya berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi perlu diganti dengan kegiatan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).
Dengan jumlah dan kualitas penduduk Indonesia yang terus meningkat serta kenyataan bahwa sumberdaya alam di lahan atas (upland resources) makin menipis atau sulit untuk dikembangkan, maka sumberdaya alam wilayah pesisir dan lautan akan menjadi salah satu tumpuan utama bagi keberlajutan pembangunan ekonomi nasional.
Meskipun demikian, akibat berbagai kegiatan pembangunan yang kurang mengindahkan kelestarian fungi ekosistem, kapasitas keberlanjutan (sustainable capacity) sebagian ekosistem wilayah pesisir telah mengalami kerusakan dan terancam punah. Apabila kondisi semacam ini tidak segera dikelola secara arif dan efisien, maka pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir secara optimal dan berkelanjutan dikhawatirkan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Akar permasalahan dari kerusakan dan pemanfaatan yang tidak optimal adalah kelemahan sumberdaya manusia yang mengelola kawasan tersebut. Mulai dari tingkat grassroot (nelayan, petani dsb) hingga perencana dan pelaksana pembangunan. Hal ini menyebabkan perlunya peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dari berbagai tingkatan yang ada tentang Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir agar pembangunan yang dilaksanakan di wilayah ini dapat optimal dan berkelanjutan. Diharapkan, dengan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia ini maka tidak ada lagi pendekatan intuisi (intuitive management approach) dalam melakukan perencanaan dan pengelolaan, tetapi atas dasar rational management approach yang bersumber dari informasi biofisik dan sosekbud yang absah dan sesuai dengan kebutuhan setempat.
info lanjut via email . . .

Tidak ada komentar: