Pengelolaan suatu sumberdaya, khususnya di wilayah pesisir bervariasi, misalnya berbasis pemerintah (government-based), berbasis masyarakat (community-based), kemitraan terbatas (co-management), berbasis ilmiah (scientific-based), berbasis sistem tradisional (traditional-based), dan berbasis keterpaduan menyeluruh (Integrated-based). Pilihan model atau pendekatan metoda pengelolaan sumberdaya ini tergantung kepada beberapa kondisi, misalnya karakteristik sumberdaya dan masyarakatnya, keberadaan institusi lokal, besaran instrumen pemerintah yang tersedia, dan pengalaman dan pengetahuan masyarakat pesisirnya didalam penerapan pengelolaan sumberdaya. Dilain pihak, tiap pendekatan pengelolaan tersebut mempunyai kriteria dan syarat-syarat tertentu, atau dengan kata lain tiap model pengelolaan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Misalnya, pengelolaan sumberdaya berbasis pemerintah diterapkan jika, tidak terdapat komponen yang dapat mengawal pelaksanaan pengelolaan, atau masyarakatnya lebih memilih menyerahkan praktek pengelolaan kepada pemerintah, dan sistem penerapan otoriter pemerintah; sistem pengelolaan berbasis masyarakat diterapkan jika praktek pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakatnya telah memperlihatkan kemampuan yang cukup dalam mencapai tujuan sustainabilitas, berkeadilan, dan sumber kehidupan; pengelolan berbasis kemitraan terbatas diterapkan jika kedua belah pihak (pemerintah dan masyarakat pesisir) dianggap mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang seimbang dalam mengelola sumberdaya di wilayah tertentu, dan kesiapan terjadinya proses tukar menukar kewenangan didalamnya. Pengelolaan berbasis sistem tradisional diterapkan jika terdapat sistem tradisional yang kuat dan kapabel didalam melaksanakan pengelolaan sumberdaya, misalnya Sasi, Panglima Menteng, Panglima Laot, Ondoapi, dan Lebak Lebung. Sedangkan penerapan pengelolaan berbasis keterpaduan dilakukan jika tingkat kepentingan akan sumberdaya makin tinggi, pengguna makin beragam, dan terdapatnya sejumlah instrumen pendukung, baik dari masyarakat pesisir dan pemerintah lokal.
Dewasa ini trend penerapan pengelolaan sumberdaya berbasis keterpaduan makin laris digunakan. Hal ini setidaknya dilandasi oleh pemikiran terjadi konflik kepentingan akan sumberdaya di wilayah pesisir atau terdapat perbedaan perspektif perencanaan pengembangan di wilayah pesisir. Dengan pengelolaan terpadu, maka aspek tata ruang, pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan, pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan dan pelestarian lingkungan akan mengemuka, dan kesemuanya ini memerlukan komitment politik yang kuat (Holling, 1996) karena menyangkut integrasi horizontal (koordinasi dengan berbagai sektor), dan integrasi vertikal (koordinasi dan komunikasi antara berbagai tingkatan pemerintah). Pilihan pengelolaan terumbu karang dengan sistem terpadu kemungkinan didasari oleh realita makin tingginya tingkat ketergantungan stakeholders akan sumberdaya tersebut, dan makin parahnya perlakuan eksploitasi di ekosistem ini. Namun demikian, pilihan pengelolaan terpadu bukan menjanjikan persoalan selesai, tetapi kemungkinan akan menimbulkan persoalan lain. Hal ini dapat terjadi jika aspek koordinasi, pendelegasian kewenangan dan mekanisme pengambilan keputusan tidak berjalan dengan baik. Pengelolaan terpadu suatu sumberdaya mempunyai keunggulan, antara lain tersedianya ruang untuk merangkum keinginan semua stakeholders, dan kemudian tersedianya jalur partisipasi instrumen hukum dan kelembagaan didalamnya; dan bahkan instrumen modern seperti GIS (Geographic Information System) dan DSS (Decision Support System) akan dapat berperan didalam penajaman proses pengambilan keputusan. Dalam aplikasinya, indikator keberhasilan atau kegagalan pengelolaan sumberdaya terpadu terletak pada aspek manajerialnya. Artinya, ibarat seorang konduktor musik yang mengatur irama dari
Kamis, 26 Juni 2008
Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat
Label:
ICZPM,
masyarakat,
pemberdayaan,
pengelolaan,
pesisir,
pulau pulau kecil,
Terumbu Karang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar