Sumberdaya alam yang diharapkan dari laut yang juga terbatas, apabila dimanfaatkan terus maka dalam waktu yang tidak terlalu lama sumberdaya tersebut akan berkurang dan bahkan habis. Wilayah pemanfaatan sumberdaya laut hanya terbatas pada daerah pesisir saja. Hal ini sangat memungkinkan karena peralatan yang dimilikinya sangat sederhana dan terbatas sehingga tidak mungkin digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang berada di laut lepas. Untuk tetap mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka masyarakat tersebut akan memanfaatkan semua jenis sumberdaya alam yang ada di sekitarnya agar kebutuhan primernya terpenuhi, seperti menebang pohon bakau untuk dijadikan sebagai bahan ramuan rumah, pagar, perlengkapan penangkapan ikan, kayu bakar atau untuk dijual.
Secara umum masalah-masalah kemiskinan penduduk di wilayah pesisir disebabkan oleh hal-hal berikut;
a. Penurunan daya dukung sumberdaya wilayah pesisir karena penggunaan semena-mena bagi pemilik modal besar.
b. Kurangnya modal yang dimiliki oleh nekayan kecil akibat rendahnya akses informasi tentang sumber-sumber permodalan.
c. Kurangnya mata pencaharian alternatif bagi nelayan kecil yang semata-mata hanya mengandalkan pada sistem penangkapan ikan tradisional untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
d. Rendahnya pengetahuan dan keterampilan penduduk di wilayah pesisir akibat akses informasi teknologi yang terbatas.
a. Penurunan daya dukung sumberdaya wilayah pesisir karena penggunaan semena-mena bagi pemilik modal besar.
b. Kurangnya modal yang dimiliki oleh nekayan kecil akibat rendahnya akses informasi tentang sumber-sumber permodalan.
c. Kurangnya mata pencaharian alternatif bagi nelayan kecil yang semata-mata hanya mengandalkan pada sistem penangkapan ikan tradisional untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
d. Rendahnya pengetahuan dan keterampilan penduduk di wilayah pesisir akibat akses informasi teknologi yang terbatas.
Selain masalah umum tersebut diatas juga di sebabkan oleh beberapa masalah khusus yang mendorong terjadinya kemiskinan di wilayah pesisir, yaitu;
Sifat pasrah pada keadaan dan kondisi yang ada. Sebagian masyarakat beranggapan segala sesuatu didunia ini selalu terkait dengan takdir (pandangan fatalism)
Sifat menaruh pengharapan yang sangat besar kepada penguasa. Mereka beranggapan bahwa yang mampu merubah tingkat hidup mereka hanyalah penguasa (pandangan power lessness), sehingga kreativitas angota masyarakat untuk menciptakan prakarsa kemandirian sangat nihil.
Pemilikan sumberdaya untuk usaha-usaha produksi sangat terbatas. Karena itu hasil yang mereka peroleh seperti menangkap ikan hanya untuk kebutuhan konsumsi.
Lembaga pemerintah yang secara nyata menangani masalah kemiskinan di Wilayah Pesisir dari Pemerintah Pusat adalah Kementrian Kesejahteraan Rakyat. Di tingkat provinsi/daerah seperti Dinas Sosial dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Sedangkan pihak kelembagaan non pemerintah yang konsen terhadap kemiskinan adalah mereka yang tergabung pada lembaga swadaya masyarakat dan Yayasan Keagamaan (Amir Zakat, Pesantren, Panti Asuhan dan lain-lain).
Sumber dana untuk pengendalian kemiskinan penduduk berasal dari lembaga-lembaga donor seperti Bank Dunia, UNDP, USAID, AUTRALIA, JICA, CIDA dan lain-lain. Khusus untuk Yayasan keagamaan sumber dananya berasal dari masyarakat lokal.
Kebijakan pemerintah dalam mengatasi kemiskinan di wilayah pesisir selama ini dapat dikatakan masih sangat rentan terhadap peningkatan taraf hidup mereka yang miskin. Kebijakan tersebut masih terbatas dan hanya berfous pada pendekatan material seperti melalui program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Tabungan Kesejahteraan Rakyat (TAKESRA), Proyek Padat karya, Beras untuk oang miskin, subsidi BBM, bantuan pengungsi dan lain-lain.Program-program tersebut umumnya bersifat emergensi dan tidak menimbulkan dampat yang signifikan terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat miskin di wilayah pesisir . Apalagi dalam opersionalnya banyak mengalami hambatan untuk sampai pada sasaran yang sebenarnya.
Sifat pasrah pada keadaan dan kondisi yang ada. Sebagian masyarakat beranggapan segala sesuatu didunia ini selalu terkait dengan takdir (pandangan fatalism)
Sifat menaruh pengharapan yang sangat besar kepada penguasa. Mereka beranggapan bahwa yang mampu merubah tingkat hidup mereka hanyalah penguasa (pandangan power lessness), sehingga kreativitas angota masyarakat untuk menciptakan prakarsa kemandirian sangat nihil.
Pemilikan sumberdaya untuk usaha-usaha produksi sangat terbatas. Karena itu hasil yang mereka peroleh seperti menangkap ikan hanya untuk kebutuhan konsumsi.
Lembaga pemerintah yang secara nyata menangani masalah kemiskinan di Wilayah Pesisir dari Pemerintah Pusat adalah Kementrian Kesejahteraan Rakyat. Di tingkat provinsi/daerah seperti Dinas Sosial dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Sedangkan pihak kelembagaan non pemerintah yang konsen terhadap kemiskinan adalah mereka yang tergabung pada lembaga swadaya masyarakat dan Yayasan Keagamaan (Amir Zakat, Pesantren, Panti Asuhan dan lain-lain).
Sumber dana untuk pengendalian kemiskinan penduduk berasal dari lembaga-lembaga donor seperti Bank Dunia, UNDP, USAID, AUTRALIA, JICA, CIDA dan lain-lain. Khusus untuk Yayasan keagamaan sumber dananya berasal dari masyarakat lokal.
Kebijakan pemerintah dalam mengatasi kemiskinan di wilayah pesisir selama ini dapat dikatakan masih sangat rentan terhadap peningkatan taraf hidup mereka yang miskin. Kebijakan tersebut masih terbatas dan hanya berfous pada pendekatan material seperti melalui program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Tabungan Kesejahteraan Rakyat (TAKESRA), Proyek Padat karya, Beras untuk oang miskin, subsidi BBM, bantuan pengungsi dan lain-lain.Program-program tersebut umumnya bersifat emergensi dan tidak menimbulkan dampat yang signifikan terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat miskin di wilayah pesisir . Apalagi dalam opersionalnya banyak mengalami hambatan untuk sampai pada sasaran yang sebenarnya.
Info Lanjut via email . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar